Wednesday, January 16, 2008

Peluang dan Hambatan Pertanian Berkelanjutan

Oleh: Danner Sagala, SP

Sabtu, 24-Februari-2007, 10:00:14



SAYA sangat tertarik dan sekaligus setuju dengan apa yang dipaparkan Ikhsan Hasibuan di kolom opini harian ini pada edisi Selasa, 6 Februari 2007 Tentang Pertanian Organik. Saya menggunakan terminologi ''Pertanian Berkelanjutan'' adalah karena terminologi ini mencakup banyak istilah yang memiliki pengertian dan tujuan dari sistem-sistem pertanian yang sadar akan keamanan pangan dan pelestarian lingkungan.

Pupuk kimia dan pestisida kimia memang dapat meningkatkan produksi pertanian. Namun hal ini hanya berlangsung dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang, bahan-bahan tersebut dapat menurunkan produksi pertanian. Baik secara kualitas maupun kuantitas.

Peningkatan input energi seperti pupuk kimia, pestisida maupun bahan kimia lainnya dalam pertanian tanpa melihat kompleksitas lingkungan, selain membutuhkan biaya usaha tani yang tinggi, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang sering kali tidak terkendali akan dapat merusak tanah dan tolerannya hama dan penyakit jenis tertentu. Bahan kimia tersebut dapat tetap tinggal sebagai residu pada hasil tanaman. Hasil tanaman inilah yang selalu kita konsumsi. Kelihatannya mulus. Namun, mengandung bahan kimia yang berbahaya.


Peluang

Pertama. Dengan semakin meningkatnya kesadaran konsumen global dan nasional akan kualitas makanan dan lingkungan hidup, mau tidak mau mengharuskan produsen pertanian di Indonesia untuk menerapkan sistem produksi yang akrab lingkungan. Di kota-kota metropolis bisa dilihat bahwa sayuran organik yang ditawarkan di pasar modern seperti super market diminati oleh konsumen.

Salah satu contoh lagi adalah seperti yang dikemukakan oleh Sdr. Ikhsan Hasibuan dalam tulisannya bahwa di Kota Bengkulu sendiri sudah ada masyarakat yang konsen dengan sistem pertanian berkelanjutan ini. Yaitu petani yang tergabung dalam kelompok tani di sentra sayuran organik yang terletak di Tanah Patah, Bengkulu. Memang belum bisa dikatakan signifikan jumlah masyarakat konsumen yang memiliki kesadaran seperti itu. Namun, kecenderungan ini lebih baik kita gunakan sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian.

Kedua. Dalam era globalisasi perdagangan bebas, keberhasilan kita mengekspor produk hasil pertanian di pasar global sangat ditentukan oleh kemampuan kita untuk memenuhi persyaratan yang dituntut oleh konsumen global tentang label lingkungan atau ecolabeling. Salah satu bentuk ekolabel yang tersedia dan diakui oleh WTO adalah seri ISO 14000 mengenai pengelolaan lingkungan.

Sehingga dalam urusan pangan akan dilakukan standarisasi kualitas pangan yang menetapkan ambang batas maksimum kandungan zat tambahan, logam berat, residu pestisida, dan bahan pencemar lain dalam makanan. Ini merupakan salah satu persyaratan penting di samping persyaratan lain yang harus dipenuhi bila kita ingin berhasil menembus pasar global atau kita akan ketinggalan.Hal ini juga seharusnya menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kita untuk terus meningkatkan daya saing produk pertanian kita.

Hambatan

Tentu tidak semulus itu jalan yang akan kita tempuh. Masih banyaknya perbedaan persepsi diantara para ahli. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, LSM serta masyarakat tentang sistem pertanian ini merupakan salah satu hambatan. Banyak menganggap sistem pertanian sama dengan pertanian primitif, tradisional dan subsistem. Bagi penulis, tidak lagi penting apakah itu tergolong primitif atau modern. Kebutuhan akan pangan yang aman dan pelestarian lingkungan adalah hal yang lebih utama.

Hambatan kedua adalah, sejak dicanangkannya Pelita I hingga sekarang, pertanian di Indonesia masih berorientasi pemenuhan kebutuhan jangka pendek. Hal ini mendorong dengan sangat kuat petani untuk meningkatkan input berenergi tinggi. Seperti pupuk kimia dan pestisida kimia.

Yang tidak kalah penting adalah hambatan kepentingan bisnis. Sistem pertanian berkelanjutan yang berbasis lingkungan tentunya akan merubuhkan banyak produsen pupuk kimia, pestisida kimia dan bahan-bahan sintetis lainnya.

Perubahan paradigma pembangunan pertanian dari sistem bertani yang cenderung eksploitatif ke arah sistem bertani yang ramah lingkungan, berorientasi jangka pendek dan jangka panjang merupakan hal yang tidak bisa ditunda-tunda lagi demi kelangsungan kehidupan maupun kelestarian alam di masa yang akan datang.(**)

* Penulis adalah dosen Faperta Unihaz Bengkulu

dicopy dari www.harianrakyatbengkulu.com

No comments: